STAN (IMAN STAN) yang saat itu tengah mengadakan Jambore IMAN STAN di Bogor. Bertempat di
Ruang Kuliah X Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, sillaturrahmi ini diadakan sekaligus
bersama-sama meng-up grde anggota yang baru masuk di masing-masing organisasi. Kegiatan yang
hadiri pula oleh Bapak Dr.H. Aji Hermawan, MM selaku mantan ketua PCNU Kota Bogor (dosen ,
pembina KMNU IPB, dan Ketua RAMP IPB) serta Bapak Khotimi Bachri R selaku Lakpesdam PCNU
Kota Bogor yang sekaligus memberikan materi kepada para kader muda NU. Diskusi dari dua
pemateri sangat interaktif menggugah para kader muda NU yang kritis dan haus akan ilmu-ilmu yang
diberikan.
Dalam materi dan diskusi yang disampaikan oleh Bapak Dr.H. Aji Hermawan yang bertema
“Keaswajaan dan Pentingnya Menuntut Ilmu Kepada Ulama” , beliau menegaskan bahwa salah
satu hal yang mendasar bagi orang NU adalah prinsip memelihara nilai-nilai lama yang baik serta
menerima nilai-nilai baru yang lebih baik. Bagi generasi muda NU yang sedang dalam proses
menggali ilmu hendaknya tetap berpijak pada prinsip ini. Ketika nantinya telah sampai pada masa
mengamalkan ilmu tersebut di tengah-tengah masyarakat Indonesia maka penerapannya harus
sesuai dengan budaya dan kearifan lokal yang ada di masyarakat Indonesia. Mengutip salah satu
nasihat dari KH. Hasyim Muzadi “Dimana pun kita belajar menuntut ilmu, jangan hanya menjadi
distributor ilmu, kita harus bisa menjadi produsen ilmu yang dapat menyesuaikan diri dengan
budaya asli bangsa kita, maka Indonesiakanlah ilmu kita. Seperti para Wali Songo yang menyebarkan
Islam di nusantara, mereka memasukkan nilai-nilai ketauhidan ke dalam nilai dan simbol budaya
masyarakat Indonesia, hai ini menunjukkan adanya kedekatan Islam dengan kearifan lokal. “
Beliau juga menambahkan ketika kita menerima sesuatu yang baru, pilih dan saringlah,
hingga kita memperoleh sesuatu yang baik, itulah fikroh NU. Langkah terpenting adalah membentuk
cara pandang dengan menguatkan hal-hal yang bersifat dasar, hal semacam ini terdapat pada
tasawuf yang menyediakan akhlak bagi kita untuk berhubungan dengan Allah, manusia, dan alam
sekitar kita. Beliau juga mengingatkan jangan sampai kita menjadi organisasi besar yang “mendidik
orang-orang di dalamnya tetapi tidak pernah mengumpulkannya atau mengumpulkan orang-
oarang di dalamnya namun tidak pernah mendidiknya”. Kedua tipe organisasi seperti ini meskipun
organisasi yang besar akan hancur oleh gerakan-gerakan yang sistematis yang makin marak
belakangan ini, kecuali jika para kader yang militan mampu mempertahankan landasan dasar yang
telah dipertahankan para pendahulunya.
Materi dan diskusi selanjutnya disampaikan oleh Bapak Khotimi Bachri R lebih bertumpu
pada nilai-nilai sejarah adanya Ahlussunnah wal jama’ah sejak carut vmarutnya kekhalifahan yang
terjadi kartena kesewenag-wenangan kaum Khawarij pada masa itu. beliau menegaskan bahwa
sejatinya adanya ritual seperti tahlil, tawasul, maulid itu semata-mata sebagai media bagi kita agar
dapat mendekatkan diri pada Allah lewat para wali-wali Allah yang sudah mempunyai kedudukan
dan kedekatan tersendiri dengan Allah.
Satu kutipan menarik yang disampaikan oleh bapak Dr. H. Aji Hermawan, MM yaitu “NU itu
ibarat mutiara yang terpendam, tugas kita adalah menggali dan memolesnya agar cahayanya
dapat terpancara kembali dengsan indah.”